Analisis perjanjian transaksi jual beli melalui aplikasi shoppe yang dilakukan oleh anak dibawah umur menurut perspektif hukum perdata
Sama halnya dengan transaksi konvensional, transaksi jual beli secara elektronik juga didasarkan atas suatu perikatan. Perikatan merupakan suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih, di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dari pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.7 Perikatan dapat dituangkan dalam bentuk perjanjian, baik secara tertulis maupun lisan. Dalam Pasal 1313 KUHPerdata dijelaskan mengenai definisi suatu perjanjian. Hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian merupakan sumber perikatan.
Berdasarkan
Pasal 1320 KUHPerdata, terdapat beberapa syarat sahnya perjanjian. Syarat
tersebut sebagai berikut:
a. Kesepakatan. Dalam transaksi jual beli secara online, kesepakatan terjadi
pada saat pembeli tertarik untuk membeli dan melakukan pemesanan terhadap
barang yang ditawarkan oleh penjual. Setelah melakukan pemesanan, pembeli
melakukan pembayaran yang telah disepakati oleh para pihak. Kemudian penjual
akan melakukan konfirmasi ulang kepada pembeli dan mengirimkan pesanan barang
tersebut.
b. Kecakapan. Seseorang dikatakan cakap hukum apabila orang tersebut sudah
dewasa dan sehat pikirannya.8 Sedangkan di Indonesia terdapat berbagai
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai batasan usia minimal
seorang anak dianggap sudah dewasa atau cakap untuk melakukan suatu perbuatan
hukum, antara lain:
1) Pasal 330 KUHPerdata; orang yang belum dewasa adalah orang yang belum
berusia 21 tahun dan tidak kawin sebelumnya atau seseorang dikatakan dewasa
jika telah berumur 21 tahun atau belum berumur 21 tahun tetapi telah menikah.
2) Pasal 47 dan 50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
kedewasaan seseorang ditentukan bahwa seseorang berada dalam kekuasaan orang
tua atau wali sampai umur 18 tahun.
3) Kompilasi Hukum Islam Pasal 98 (1); batas usia anak yang mampu berdiri
sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, selama anak tersebut tidak cacat
fisik/mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan.
4) Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk pula anak yang masih dalam
kandungan. Ukuran kedewasaan pada seseorang sangat relatif, karena tergantung
dari perspektif undang- undang yang mengatur dan perbuatan hukum yang dilakukan
tersebut.
Disebutkan pula dalam KUHPerdata Pasal 1330 mengenai pihak yang tidak
cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum, antara lain:
- Orang-orang yang belum dewasa, hanya dapat melakukan hak dan kewajibannya
dengan perantaraan
orang tua atau walinya.
- Orang yang berada di bawah pengampuan. Menurut Pasal 433 KUHPerdata adalah
orang yang dungu, gila atau mengalami gangguan kejiwaan serta pemboros dan
pemabuk.
- Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan
pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat
persetujuan- persetujuan tertentu (pengecualian). Namun diundangkannya
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, ketidakmampuan
perempuan/istri untuk melakukan perbuatan hukum dihapuskan, meskipun ketentuan
tersebut bersifat khusus namun sejajar dengan KUHPerdata. Maka saat ini
perempuan dalam perkawinan/seorang istri dianggap telah cakap melakukan perbuatan
hukum.
Oleh karena itu dalam suatu transaksi, apabila transaksi tersebut tidak
merugikan kedua belah pihak maka perjanjian tersebut dianggap sah. Hal ini
berlaku juga untuk transaksi jual beli secara online.
1) Suatu hal tertentu/Objek dalam perjanjian. Dalam transaksi jual beli secara
online barang yang ditawarkan tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi
melalui online berupa gambar/foto dimana pelaku usaha wajib mencantumkan
keterangan secara rinci mengenai barang yang ditawarkan seperti banyaknya,
ukuran, berat, dan harganya
2) Sebab yang halal. Suatu perjanjian harus didasarkan atas iktikad baik dimana
perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan
ketertiban umum. Permasalahan muncul ketika penjual
ataupun pembeli merupakan anak di bawah umur, sedangkan sampai saat ini belum
ada peraturan khusus yang mengatur mengenai ketentuan batasan umur seorang anak
di bawah umur dalam melakukan transaksi jual beli secara online/internet. Oleh
karena itu, perjanjian dalam transaksi jual beli secara internet/online oleh
anak di bawah umur masih dapat dikatakan sah, namun apabila kelak di kemudian
hari timbul suatu permasalahan maka kekuatan hukum perjanjian tersebut lemah
karena tidak memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian menurut Pasal 1320
KUHPerdata secara utuh.
Dari beberapa referensi yang sudah saya baca,
perjanjian transaksi jual beli melalui aplikasi shoppe yang dilakukan
oleh anak dibawah umur jika dihubungkan dengan KUHPerdata itu tidak sah
seutuhnya karena bisa dibatalkan sebab tidak memenuhi syarat subjektif sahnya
perjanjian yakni syarat kecakapan. Hal ini didasarkan pada Pasal 1320, Pasal
1331 dan Pasal 1446 KUH Perdata.
Adapun dalam UU ITE transaksi elektronik terhadap anak
dibawah umur itu dapat dilakukan berdasarkan Pasal 19 UU ITE. Menurut penulis
transaksi jual beli secara daring yang digunakan oleh anak yang umurnya masih
dibawah ketentuan tidak sah seutuhnya dalam konteks syarat perjanjian hal ini
tentu perlu adanya pengaturan khusus yang jelas dan tegas terkait dengan
transaksi jual beli secara daring terkhusus terkait pengaturan umurnya.
Menurut Pasal 330 KUHPerdata, orang yang cakap adalah orang
yang berumur 21 tahun atau di bawah 21 tahun, namun telah menikah. Sehingga
dapat disimpulkan apabila dalam transaksi jual beli online dilakukan oleh anak
di bawah umur 21 tahun atau belum menikah, maka perjanjian tersebut tetap sah.
Kekuatan hukum terhadap transaksi jual beli online yang dilakukan oleh
anak di bawah umur adalah perjanjian tersebut dapat dibatalkan oleh salah satu
pihak dan harus diputuskan oleh hakim. Hal tersebut berbeda dengan batal demi
hukum, karena batal demi hukum hanya dapat dilakukan apabila syarat objektif
tidak terpenuhi.
Kesimpulan :
Apabila transaksi jual beli online dilakukan oleh anak di
bawah umur, maka perjanjian transaksi tersebut tidak memenuhi syarat subjektif.
Sehingga, perjanjian tersebut bukan batal demi hukum, melainkan perjanjian
tersebut dapat dibatalkan atas kehendak salah satu pihak. Kemudian perjanjian
tersebut bisa saja dilanjutkan apabila para pihak berkehendak untuk
melanjutkannya.
Komentar
Posting Komentar