Asas Legalitas dalam Hukum Pidana: Perbandingan Implementasi pada KUHP dan RUU KUHP Terbaru

Asas legalitas dalam KUHP lama secara eksplisit menyatakan pasal 1 ayat 1 KUHP adalah tidak ada perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan undang-undang pidana yang ada sebelum perbuatan dilakukan. Asas legalitas dalam KUHP lama bersifat baku dan berlaku absolut. Sedangkan asas legalitas didalam RKUHP yang baru berbeda. Yang mana dalam RKUHP yang baru asas legalitas tidak berlaku absolut, artinya di dalam RKUHP yang baru mengakui eksitensi hukum tidak tertulis atau hukum adat, RKUHP baru menyatakan:
Pasal 1
(1) Tiada seorang pun dapat dipidana atau dikenakan tindakan, kecuali perbuatan yang dilakukan telah ditetapkan sebagai tindak pidana dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan.

(2) Dalam menetapkan adanya tindak pidana dilarang menggunakan analogi.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang- undangan.

(4) Berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sepanjang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan/atau prinsip-prinsip hukum umum yang diakui masyarakat bangsa-bangsa.

Terhadap RUU KUHP yang baru tersebut di atas ada beberapa catatan:
Pertama, di masa depan, asas legalitas yang dianut di Indonesia tidak bersifat absolut karena adanya ketentuan ayat (3) yang secara implisit mengakui hukum yang tidak tertulis dalam masyarakat.

Kedua, berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (4) di atas, hukum yang tidak tertulis tersebut tidak hanya berkaitan dengan situasi dan kondisi masyarakat Indonesia serta kearifan lokal semata, akan tetapi juga dapat bersumber dari prinsip-prinsip umum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab di dunia. Artinya, asas legalitas ini juga dapat disimpangi oleh praktik hukum kebiasaan yang telah berlangsung dan diakui oleh masyarakat internasional.

Ketiga, berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat (3) dalam hal penegakan dan kepastian hukum ada dalam wewenang perda dan penegakan hukumnya ditegakan oleh aparat daerah yaitu Satpol PP, bukan polisi. Karena hal ini menyangkut otonomi daerah dan masyarakat yang plural. Agar tidak terjadi kebingungan hukum yang mana aturan adat atau hukum kebiasaan tiap-tiap daerah itu berbeda.

 

Komentar