Hak Waris dan Kontroversi: Analisis Kasus Pembagian Harta Warisan Rumah Senilai 1.3 Miliar Rupiah setelah Meninggalnya Asyifa
Asyifa meninggal dunia meninggalkan 1 unit rumah senilai 1.3 Miliar rupiah yang telah ia miliki sebelum menikah dengan Indra dan penguasaannya berada ditangan adiknya karena Ibu dari Asyifa juga sudah tidak ada. Namun pada saat pembagian warisan, Indra suami Asyifa menuntut untuk mendapatkan pembagian dari harta warisan berupa rumah tersebut. Analisis kasus ini menurut pandangan Hukum Waris di Indonesia!
Harta warisan adalah kekayaan yang berupa keseluruhan aktiva
dan pasiva yang ditinggalkan pewaris dan berpindah kepada para ahli waris.
Keseluruhan kekayaan yang berupa aktiva dan pasiva yang menjadi milik bersama
ahli waris disebut Boedel.
SYARAT UMUM PEWARISAN
Syarat Umum Pewarisan:
1. Ada orang yang meninggal dunia
2. Untuk memperoleh harta peninggalan ahli waris harus hidup pada saat pewaris
meninggal.
3. Pasal 836 KUHPerdata, untuk bertindak sebagai ahli waris harus hadir pada
saat harta peninggalan jatuh meluang (warisan terbuka).
4. Pasal 2 Ayat (1) KUHPerdata, bayi dalam kandungan ibu dianggap sebagai
subyek hukum, dengan syarat:
a. Telah dibenihkan;
b. Dilahirkan hidup;
c. Ada kepentingan yang menghendaki (warisan).
PENGERTIAN HUKUM WARIS
Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan
harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan lain perkataan mengatur
peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta
akibat-akibatnya bagi ahli waris. Pada asasnya, yang dapat diwariskan “hanya
hak-hak dan kewajiban dibidang hukum kekayaan saja”. Pengecualian (hak dan
kewajiban dibidang hukum kekayaan yang tidak dapat diwariskan). Perjanjian
kerja, hubungan kerja, keanggotaan perseroan, pemberian kuasa.
PENEMPATAN HUKUM WARIS DALAM UNDANG-UNDANG
Pasal 528 dan 584 KUHPerdata Bab XII s.d XVIII KUHPerdata. Pasal 528
KUHPerdata, hak mewaris diidentikkan dengan hak kebendaan, sedangkan ketentuan
Pasal 584 KUHPerdata menyebutkan hak waris sebagai salah satu cara untuk
memperoleh hak kebendaan. Oleh karena itu, hukum waris dalam penempatannya
dimasukkan dalam Buku II KUHPerdata (tentang benda).
Hukum Waris KUHPerdata berlaku bagi:
1. orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang Eropa;
2. Timur Asing Tionghoa;
3. Timur Asing lainnya dan pribumi yang mendudukan diri.
Pada kasus ini hakikatnya harta bawaan isteri yang diperoleh masing-masing
sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing. Harta
bawaan tersebut tidak serta-merta menjadi harta bersama, kecuali diperjanjikan
lain dalam perjanjian perkawinan. Namun harta bawaan termasuk dalam harta
waris, ketika istri meninggal dunia. Sehingga suami yang tidak berkuasa atas
harta bawaan istrinya
Hukum waris yang berlaku di Indonesia tidak dibatasi hanya oleh satu hukum
waris, namun ada beberapa hukum waris yang biasanya digunakan dalam masyarakat.
Dengan kata lain, hukum waris yang berlaku di Indonesia masih bersifat plural.
Bagi orang yang beragama Islam, berlaku Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang
Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Bagi orang yang beragama lainnya
(non-Islam), berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Pasal 171 huruf c, d dan e KHI berbunyi:
c. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang
berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.
d. Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah
digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya
pengurusan jenazah (tajhiz). Pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.
e. Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan
darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak
terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
Adapun yang termasuk dalam kelompok dan golongan ahli waris adalah sebagaimana
diatur dalam ketentuan Pasal 174 KHI ang menyebutkan bahwa :
1.Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:
a. Menurut hubungan darah :
-Golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki,
paman dan kakek.
-Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari
nenek.
b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari: duda atau janda.
2. Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak,
ayah, ibu, janda atau duda.
Harta warisan milik istri adalah kuasa pribadi, suami tidak memiliki hak atas
warisan tersebut. Harta bawaan dalam pernikahan adalah kuasa dari masing-masing
suami dan istri. Harta bawaan bisa berupa harta benda yang diperoleh
masing-masing sebagai hadiah atau warisan. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 35
ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo. Pasal 87 ayat
(1) Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Harta bawaan berupa warisan ini di bawah penguasaan masing-masing, sepanjang
para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Artinya apabila
istri memiliki harta yang ia bawa sebelum pernikahan, maka tetap akan menjadi
miliknya.
Ketika pernikahan terjadi, ada harta yang dimiliki bersama antara suami dan
istri yang disebut harta bersama. Harta warisan yang dimiliki istri sebelum
pernikahan sudah atas kuasa istri tanpa ada yang bisa mengintervensi meskipun
itu suami.
Apa pun kondisinya, harta warisan istri yang didapatkan dari keluarganya
tetaplah harta istri. Jika istri ingin menurunkan warisannya kepada ahli waris,
maka itu yang berhak ialah anaknya. Kondisi ini apabila ada anak yang
ditinggalkannya
Apabila istri meninggal dunia dalam keadaan meninggalkan harta warisan, maka
ahli warisnya yang berhak atas harta tersebut. Pewarisan timbul karena kematian
dan terdapat ketentuan mengenai pembagian harta warisan serta orang-orang yang
berhak untuk mewariskan hartanya. sehingga suami tidak dapat menuntut warisan
tersebut.
Komentar
Posting Komentar